Thursday, November 25, 2021

Prinsip Hubungan Suami Istri berdasarkan Efesus 5:21-25

 

Prinsip Hubungan Suami Istri berdasarkan Efesus 5:21-25

Hubungan suami istri adalah suatu hubungan yang diberkati Tuhan. Tuhanlah yang pertama-tama menciptakan hubungan ini dalam Kitab Kejadian. Dan, mujizat pertama ketika Tuhan Yesus datang ke dunia adalah menjadikan air menjadi anggur dalam suatu pesta pernikahan.

Namun, fakta membuktikan bahwa tidaklah mudah hidup dalam suatu pernikahan. Baik melalui berita maupun kenyataan sehari-hari telah memperlihatkan lebih banyak kasus kerusakan hubungan antara suami istri daripada yang baik hubungannya.

Lalu, apa yang menjadi dasar suatu pernikahan?

 

Efesus 5:21: “dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus.” Menjadi dasar dari seluruh tindakan dan himbauan dari Paulus untuk hubungan suami istri selanjutnya.

 

Banteng & Kupu-kupu

 




Ada orang yang menggambarkan suami sebagai “banteng” yang sangat sulit untuk bergerak, kaku dan seperti harus ditarik hidungnya untuk melakukan sesuatu, sedangkan istri digambarkan sebagai “kupu-kupu” yang lincah dengan ide-idenya dsb. Bagaimana banteng dan kupu-kupu bisa hidup dalam satu rumah? Jawabannya: dengan kasih dan ketundukan.

Dalam ayat 22-24 dikatakan: “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu.”

Tanggungjawab istri adalah tunduk kepada suami (Kristus menyelamatkan = jemaat tunduk kepada Kristus). Ketundukan ini bukan tunduk secara kedudukan, karena posisi suami dan istri adalah sama di hadapan Tuhan. Ketundukan di sini adalah berkaitan dengan tugas kepemimpinan yang Allah berikan kepada para suami untuk memimpin keluarganya supaya memenuhi panggilan Tuhan Yesus, hidup sesuai dengan kehendakNya, dan berjalan serta berbuah sesuai dengan FirmanNya.

Dalam hal suami berperan demikian, istri harus tunduk kepada pimpinannya. Bagaimana dengan suami yang tidak/belum bisa memimpin secara demikian? Istri harus membantunya untuk suatu hari bisa melakukan fungsi ini. 



Sementara itu, ayat 25-31 menyebutkan: ”Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya. Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.”

Tanggungjawab suami adalah mengasihi istri (Kristus mengasihi jemaat & menyerahkan diriNya, menyucikannya, seperti mengasihi tubuh sendiri). Suami harus mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi jemaatNya. Mengasihi walaupun mungkin terkadang seolah-olah tidak masuk akal. Apabila istri berbuat tidak sesuai dengan Firman Tuhan, harus membimbingnya, sehingga istri semakin cemerlang di hadapan Tuhan.




Suami juga bertanggungjawab memimpin keluarganya untuk meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya (ayat 31). Meninggalkan di sini bukanlah meninggalkan secara fisik – walaupun meninggalkan secara fisik adalah suatu langkah yang sangat membantu. Meninggalkan di sini adalah meninggalkan secara pengaruh, perasaan kebergantungan, menuju kepada kemandirian dan keutuhan suatu keluarga baru. Apabila hal ini tidak gagal dilakukan, maka akan mengakibatkan banyak kesulitan, penderitaan dan masalah dalam keluarga baru ini.

Jadi, dalam melaksanakan prinsip kasih dan ketundukan ini, suami dan istri haruslah memiliki sikap merendahkan diri satu dengan yang lain dalam takut akan Kristus sebagai dasar dari seluruh tindakannya.

 

Kiranya renungan ini memberkati setiap kita.

 

(Disadur dari khotbah Kak Ling pada tgl. 21 Nop 2021)