Setiap orang hidup dalam rutinitas. Dan setiap orang dapat menceritakan kegiatan rutinnya, walaupun dengan sikap yang berbeda-beda. Ada yang merasa terjebak, frustrasi, bosan dan sebagian kecil menceritakan dengan semangat.
Saya pernah mencoba menulis jurnal harian yang
menuliskan kegiatan saya sehari
-hari, hal yang disyukuri dan didoakan. Ternyata
tidak mudah menuliskan jurnal harian seperti ini. Dari penulisan ini terlihat
betapa rutinnya hidup yang saya jalani. Setiap hari saya melakukan dan
menuliskan hal yang sama. Tetapi dari pengalaman ini saya terbuka untuk melihat
sisi lain dari rutinitas. Rutinitas adalah hal yang patut disyukuri. Kalau
tidak bisa mensyukuri rutinitas, tentu sulit bagi kita “mengucap syukur dalam
segala hal...” (Efesus 5:20).
Pengkhotbah 3:11 mengatakan “Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.” Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Apa yang bisa dilihat sebagai keindahan dari suatu rutinitas?
Setiap manusia hidup dalam rutinitas dan berangan-angan untuk keluar darinya. Saya, akhirnya masuk ke dalam fase kehidupan di luar rutinitas, di mana kegiatan setiap hari berbeda dan harus disusun ulang setiap hari. Tidak ada yang komplain dengan kita, tidak ada deadline, tidak ada jam kerja, dan tidak ada yang mem”supervisi” kita. Bisakah kita membayangkan bagaimana hidup seperti ini? Bukankah akhirnya kita juga akan mencari-cari cara untuk masuk dalam rutinitas baru? At the end, kita harus mengakui bahwa, rutinitas adalah suatu hal yang baik untuk mengarahkan hidup kita untuk terus mengerjakan suatu hal yang bermanfaat. Kata “terus mengerjakan” itulah ketekunan, dan ketekunan hanya dapat dikerjakan secara rutin.
Apa yang indah dari rutinitas adalah bahwa:
1. Pada tingkat yang paling dasar, rutinitas menyanggah hidup kita, bahkan bagi penganggur tingkat tinggi, yaitu makan dan minum. Tanpa makan dan minum secara rutin, maka kita akan mati kelaparan.
2. Pada tingkat yang lebih tinggi, rutinitas adalah arena kita melatih ketekunan dan ketahanan. Bagaimana kita “terus mengerjakan” sesuatu yang harus kita kerjakan. Kita tidak berhenti karena disepelekan, kita tidak berhenti karena dikecilkan hatinya, kita tidak berhenti karena terlalu susah, kita tidak berhenti hanya karena gaji yang rendah dan penghargaan yang minim, dan kita tidak berhenti, karena kita tahu bahwa apa yang kita kerjakan membangun hidup orang lain.
3. Di tingkat yang lain, rutinitas adalah arena kita mengerjakan dengan tekun apa yang Tuhan ingin kita kerjakan. Jadi, kita melihat rutinitas sebagai kesempatan. Kesempatan yang Tuhan berikan kepada setiap orang untuk ikut mengambil bagian mengerjakan sesuatu, bukan dengan waktu yang pendek (part time) dan setengah hati (half heart) tetapi dengan waktu yang panjang (full time) dan dengan sepenuh hati (full heart).
4. Dalam tingkat yang lain lagi, melalui kegiatan rutin kita dapat menghasilkan buah yang kekal. Dengan investasi waktu kerja yang panjang, kita dapat mengerjakan sesuatu yang penting dan bermakna. Keyakinan ini akan membuat kita mengerjakan segala sesuatu dengan penuh semangat, penuh kasih, penuh harapan atas keberhasilan dari yang kita kerjakan, dan dengan taste yang tinggi pula.
Dengan demikian, melihat keindahan rutinitas bukan terfokus pada “Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya” tetapi waktunya dimulai dari pemahaman kita bahwa apa yang kita kerjakan bernilai kekal. Dengan pemikiran ini, maka kita akan bersenang dalam rutinitas kita, dari saat kita memulai, saat kita mengerjakan, dan saat kita menyelesaikannya dengan sukacita di dalam kekekalan,”Yang penting di sini ialah ketekunan orang-orang kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus. Dan aku mendengar suara dari sorga berkata: Tuliskan: "Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini." "Sungguh," kata Roh, "supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka.” (Wahyu 14:12-13).
Yang perlu direnungkan adalah, apa yang kita kerjakan dalam waktu yang panjang, di dalam rutinitas kita? Apakah kita yakin sedang mengerjakan apa yang Tuhan senang kita kerjakan, atau kita merasa sia-sia dan terjebak? Biarlah masing-masing kita merenungkan apa yang sedang kita kerjakan dalam keseharian kita.
Semoga kita terus bersukacita dan bertekun di dalam rutinitas kita.
Selamat berkarya bagi kemuliaan-Nya.
15/06/09